Jumat, 03 Juni 2011

REISHA

menari 

                                                             
            Hap…hap…hap. “Duh, kenapa tak pernah bisa”. Keluh Reisha saat kupu-kupu yang ia incar tak kunjung terdapatkan. Hari-hari biasanya ia sangat lihai untuk menangkap seekor kupu-kupu. Tapi tak tahu mengapa hari ini ia sangat kesulitan untuk menangkap satu kupu-kupu pun. Dengan jaring seperti serok, ia tetap mencari kupu-kupu. Ia biasa mencari kupu-kupu di perkebunan teh di dataran tinggi ciwidey Bandung.  Namun hari kini telah sore, ia pun harus pulang.  
            “Reisha pulang….!”. teriaknya saat measuki rumah. Walau teriaknya kini tidak terlalu keras. “kau kenapa Reisha?’’ sapa mama. “tak apa ma.” Jawab Reisha tak bergairah. Risha pun melanjutkan perjalanannya menuju kamar mandi, ia hendak mandi.
            Malam pun tiba, jangkrik dan burung hantu seraya bersimphoni riang membuang senyap. Di tengah itu semua, Reisha masih termenung di bilik bambu depan rumah. Ia masih memikirkan kejadian itu, mengapa ia tak bisa menangkp satupun kupu-kupu?. Namun kala ia masih merenung hujan deras turun dari langit Tuhan. Hujan itu seketika membuang semua pikiran Reisha. Reisha pun menuju kekamarnya untuk menghangatkan tubuh dengan selimut bergambar kupu-kupuynya heeem, hangat. Ia pun terlap dalam tidurnya, terlelap menunggu hari esok akan tiba.
            Matahari mulai merekah. Membentuk siluet-siluet indah nan menawan. Aroma bau tanah bekas guyuran hujan tercium begitu memesona. Bunga dan embunpun seraya menaribersama sepoi angin pagi yang menyejukkan hati. Begitu indah alam desa ini. Reisha pun telah bersiap dengan jaring seroknya. Menjingkat-jingkat demi menghindari beceknya tanah. Ia akan pergi menuju rumah temannya, Zalfa dan Nisa. Mereka biasa mencari kupu-kupu bersama. Namun kini salah satu tangan Reisha memegang sesuatu apa itu ya?. Itu adalah ulat peliharaannya, ulat itu bernama si Belang. Kini si Belang telah berubah menjadi kepompong, wah Reisha senang sekali. Pagi itu Reisha akan memperlihatkannya kepada dua saudara kembar itu, seraya mengajak mereka untuk mencari kupu-kupu bersama.
            Namun saat Reisha telah sampai pada jalan setapak rumah Zalfa dan Nisa, kejadian mengerikan itu terjadi. Gemuruh suara batu dengan material tanah-tanah gunung meluncur bak bola salju. Jeritan demi jeritan mulai terdengar. Reisha pun menangis ketakutan. Saat ia ingin berlari, tiba-tiba, kaki kanan Reisha tertimpa pohon kelapa yang besarnya seperti tiang listrik. Si Belang pun terlepas dari tangannya. Muka Reisha kini telah terbalut oleh rumput-rumput becek. Ia pun mulai pingsan.
            Setelah sadar, rupanya ia masih di tempat itu. “mama, dimana kau?”. Jerit Reisha sedikit tertahan dan terisak ia masih menangis kakinya pun tak bisa lagi di gerakkan. Sakit sekali. Menunggu pertolongan Tuhan akan tiba. Dan ternyata yang membuat hati Reisha sedikit lega adalah si Belang ternyata ada di depannya. Ia pun meraih nya.
            Tiba-tiba sekelompok timSAR datang dengan alat-alat kesehatan yang segala macam. Menolong Reisha, membawanya ke pos kesehatan. Ternyata di sana ia telah disambut oleh Mama dan papa, juga teman –temannya. Betapa senag hati Reisha. Dan yang membuatnya jauh lebih senang lagi, tertera spanduk bertuliskan “LETS GO GREEN”. Beberapa hari lagi di desa Reisha akan di adakan reboisasi.
            Hari demi hari pun berlalu dengan kesedihan para tetangga Reisha. Banyak dari tetangga Reisha kehilangan anggota keluarganya. Hari inilah saat yang di tunggu-tunggu, reboisasi akan dilaksanakan. Bapak mentri kehutanan RI telah datang dengan mobil Alpardnya. Reboisasi diawali dengan sambutan ceramah bapak mentri. Dan di dalam ceramah bapak mentri yang membuat semua penduduk desa tersadar adalah” Sebenarnya dulu di sini, di tempat ini adalah hutan yang cukup lebat, hutan yang indah dengan berates primatanya. Namun ada oknum yang dimana oknum tersebut adalah oknum penebangan liar atau ilegalloging dalam istilahnya. Nah akhirnya mereka pun mengganti hutan itu menjadi lahan teh yang luas ini. Itulah yang menjadi reportasia panas pada zaman atau era 80-an.”.
            Setelah mendengar ceramah bapak mentri, Reisha beserta mama dan seluruh warga kampong podomulyo pun melaksanakan reboisasi tersebut. Dengan alat bantu berjalan, Reisha menanam pohon mengga yang dibawanya dari rumah. Memang saat ini kaki Risha masih susah untuk berjalan.
            Reboisasi pun selesai, Reisha, mama, dan papa pun pergi meninggalkan tempat reboisasi. Setelah sampai rumah, betapa senangnya hati Risha melihat si Belang telah menjalma menjadi seekor kupu-kupu biru yang indah luar biasa. Reisha pun membawanya keluar rumah, di depan ternyata Nisa dan Zalfa telah berdiri menunggu Reisha. Akhirnya merekapun pergi menuju taman di depan rumah Reisha. Dengan tangan kiri membawa si Belang, reisha tertanting-tanting kegirangan sambil berlari. Sampailah mereka di taman. Reisha pun membuka toples sarang si Belang. Tiba-tiba si Belang keluar dan hinggap di tangan Reisha. Akhirnya Reisha pun menerbangkannya dengan perasaan yang bangga.
           


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar